Syarat Perdamaian Perkara Pidana di Kejaksaan

Keadilan restoratif (restorative justice) adalah pendekatan penyelesaian perkara pidana yang menekankan pada pemulihan hubungan antara korban, pelaku, dan masyarakat, serta memperbaiki kerugian akibat tindak pidana!

Fatiatulo Lazira, S.H.

Catatan Advokat - Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif ("Perja 15/2020"), mendefenisikan “Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan”.

Syarat Penerapan Keadilan Restoratif di Kejaksaan

Pasal 5 Perja 15/2020, mengatur:

Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:

  • tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana;

  • tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan

  • tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp. 2.500.000,OO (dua juta lima ratus ribu rupiah).

Untuk tindak pidana terkait harta benda, dalam hal terdapat kriteria atau keadaan yang bersifat kasuistik yang menurut pertimbangan penuntut umum dengan persetujuan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri dapat dihentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan dengan tetap memperhatikan syarat Pasal 5 ayat (1) huruf a disertai dengan salah satu huruf b atau huruf c Perja 15/2020.

Untuk tindak pidana yang dilakukan terhadap orang, tubuh, nyawa, dan kemerdekaan orang ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf c Perja 15/2020 dapat dikecualikan.

Dalam hal tindak pidana dilakukan karena kelalaian, ketentuan Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c Perja 15 2020 dapat dikecualikan.

Ketentuan Pasal 5 ayat (3) dan ayat (4) Perja 15/2020 tidak berlaku dalam hal terdapat kriteria/keadaan yang bersifat kasuistik yang menurut pertimbangan penuntut umum dengan persetujuan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri tidak dapat dihentikan penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.

Selain memenuhi syarat dan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Perja 15/2020, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilakukan dengan memenuhi syarat:

  • Telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka dengan cara:

    • mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban;

    • mengganti kerugian korban;

    • mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana; dan/ atau

    • memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana;

  • telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka; dan

  • masyarakat merespon positif.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dikecualikan untuk perkara:

  • tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan;

  • tindak pidana yang diancam dengan ancaman pidana minimal;

  • tindak pidana narkotika;

  • tindak pidana lingkungan hidup; dan

  • tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.

Lihat juga: Syarat Perdamaian Perkara Pidana di Kepolisian; dan Syarat Perdamaian Perkara Pidana di Pengadilan.

Disclaimer: catatan advokat ini dapat berubah sewaktu-waktu dalam hal terjadi perubahan hukum.